Cerpen
merupakan genre sastra yang jauh lebih muda usianya dibandingkan dengan puisi
dan novel. Tonggak penting sejarah penulisan cerpen di Indonesia dimulai
Muhamad Kasim dan Suman Hasibuan pada awal 1910-an.
Cerpen
merupakan cerita yang pendek, hanya mengisahkan satu peristiwa (konflik
tunggal), tetapi menyelesaikan semua tema dan persoalan secara tuntas dan utuh.
Awal cerita (opening) ditulis secara menarik dan mudah diingat oleh pembacanya.
Kemudian, pada bagian akhir cerita (ending) ditutup dengan suatu kejutan
(surprise).
Menurut
Phyllis Duganne, seorang wanita penulis dari Amerika, cerpen ialah susunan
kalimat yang merupakan cerita yang mempunyai awal, bagian tengah, dan akhir.
Setiap cerpen mempunyai tema, yakni inti cerita atau gagasan yang ingin
diucapkan cerita itu. Seperti halnya penamaannya, cerita pendek, cerpen ialah
bentuk cerita yang dapat dibaca tuntas dalam sekali duduk. Daerah lingkupnya
kecil dan karena itu biasanya ceritanya berpusat pada satu tokoh atau satu masalah.
Ceritanya sangat kompak, tidak ada bagiannya yang hanya berfungsi sebagai
embel-embel. Tiap bagian, kalimat, kata, dan tanda baca semuanya tidak ada yang
sia-sia. Semuanya memberi saham yang penting untuk menggerakkan jalan cerita,
atau mengungkapkan watak tokoh, atau melukiskan suasana (Diponegoro, 1985: 6).
Menurut
Edgar Alan Poe (yang dianggap sebagai tokoh cerpen modern), ada lima aturan
penulisan cerpen, yakni sebagai berikut.
- Cerpen harus pendek. Artinya, cukup pendek untuk dibaca dalam sekali duduk. Cerpen memberi kesan kepada pembacanya secara terus-menerus, tanpa terputus-putus, sampai kalimat yang terakhir.
- Cerpen seharusnya mengarah untuk membuat efek yang tunggal dan unik. Sebuah cerpen yang baik mempunyai ketunggalan pikiran dan action yang bisa dikembangkan lewat sebuah garis yang langsung dari awal hingga akhir.
- Cerpen harus ketat dan padat. Cerpen harus berusaha memadatkan setiap gambaran pada ruangan sekecil mungkin. Maksudnya agar pembaca mendapatkan kesan tunggal dari keseluruhan cerita.
- Cerpen harus tampak sungguhan. Seperti sungguhan adalah dasar dari semua seni mengisahkan cerita. Semua tokoh ceritanya dibuat sungguhan, berbicara dan berlaku seperti manusia yang betul-betul hidup.
- Cerpen harus memberi kesan yang tuntas. Selesai membaca cerpen, pembaca harus merasa bahwa cerita itu betul-betul selesai. Jika ujung cerita masih terkatung-katung, pembaca akan merasa kecewa.
Unsur Intrinsik dalam Cerpen
Unsur intrinsik
adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah
yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsure-unsur yang
secara faktual dapat dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik dalam
karya sastra, khususnya cerpen, meliputi tokoh/ penokohan, alur (plot), gaya
bahasa, sudut pandang, latar (setting), tema, dan amanat.
Berikut
penjelasan mengenai unsur intrinsik.
1.
Tokoh
dan Karakter Tokoh
Istilah tokoh
menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, sedangkan watak, perwatakan, atau
karakter menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh yang menggambarkan kualitas
pribadi seorang tokoh.
Tokoh cerita
menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, atau
sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Secara umum kita mengenal
tokoh protagonis dan antagonis.
Tokoh protagonis
adalah tokoh yang kita kagumi, tokoh yang merupakan pengejawantahan
norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita. Tokoh protagonis menampilkan
sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan harapan pembaca. Adapun tokoh
antagonis adalah tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik. Tokoh antagonis merupakan
penentang tokoh protagonis.
Ada beberapa cara
penggambaran karakter tokoh dalam cerpen, di antaranya sebagai berikut.
Melalui apa yang diperbuat tokoh. Hal ini berkaitan dengan bagaimana sang tokoh bersikap dalam situasi ketika tokoh harus mengambil keputusan.
Contoh:
Dengan
terburu-buru Wei meninggalkan kota, dan peristiwa itu tak lama kemudian sudah
terlupakan. Ia lantas pergi ke barat, ke ibu kota, dan karena dikecewakan oleh
pinangan terakhir yang gagal itu, ia mengesampingkan pikirannya dari hal
perkawinan. Tiga tahun kemudian, ia berhasil meminang seorang gadis dari
keluarga Tan yang terkenal kebaikannya di dalam masyarakat.
Sumber: Cerpen
"Sekar dan Gadisnya", Ryke L.
Melalui
ucapan-ucapan tokoh. Dari apa yang diucapkan tokoh kita dapat mengetahui
karakternya.
Contoh:
"Apa yang
tidak Ibu berikan padamu? Ibu bekerja keras supaya bisa menyekolahkanmu. Kau
tak punya kewajiban apa-apa selain sekolah dan belajar. Ibu juga tak pernah
melarangmu melakukan apa saja yang kau sukai.Tapi, mestinya kamu ingat bahwa
kewajiban utamamu adalah belajar. Hargai sedikit jerih payah Ibu!"
Di luar dugaannya
anak itu menatapnya dengan berani. "Ibu tak perlu susah payah menghidupi
aku kalau Ibu keberatan. Aku bisa saja berhenti sekolah dan tidak usah menjadi
tanggungan Ibu lagi."
Darah Sekar –ibu
anak itu–serasa naik ke ubun-ubun.
Sumber: Cerpen
"Sekar dan Gadisnya", Ryke L.
Melalui
penjelasan langsung. Dalam hal ini penulis menggambarkan secara langsung
karakter tokoh.
Contoh:
Memang,
sebenarnya, semenjak dia datang, kami sudah membenci dia. Kami membenci bukan
karena kami adalah orang-orang yang tidak baik, tapi karena dia selalu
menciptakan suasana tidak enak. Perilaku dia sangat kejam. Dalam berburu dia tidak sekadar
berusaha untuk membunuh, namun menyiksa sebelum akhirnya membunuh. Maka, telah
begitu banyak binatang menderita berkepanjangan, sebelum akhirnya dia habiskan dengan
kejam. Cara dia makan juga benar-benar rakus. Bukan hanya itu. Dia juga suka
mabuk-mabukan.Apabila dia sudah mabuk, maka dia menciptakan suasana yang
benar-benar meresahkan dan memalukan. Dia sering meneriakkan kata-kata kotor,
cabul, dan menjijikkan.
Sumber: Cerpen
"Derabat", Budi Darma
2.
Latar
(Setting)
Latar dalam
sebuah cerita menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan
sosial tempat terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan. Latar memberikan
pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan
realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sunguh-sungguh
ada dan terjadi. Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu sebagai
berikut.
a. Latar
Tempat
Latar tempat
merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa. Unsur tempat yang dipergunakan
mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu.
b. Latar
Waktu
Latar waktu
berhubungan dengan "kapan" terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan.
c. Latar
Sosial
Latar sosial
merujuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan dosial
masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial
dapat berupa kebiasaan hidup, istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,
cara berpikir dan bersikap, serta hal-hal lainnya.
3.
Alur
(Plot)
Alur adalah
urutan peristiwa yang berdasarkan hukum sebab akibat. Alur tidak hanya
mengemukakan apa yang terjadi, akan tetapi menjelaskan mengapa hal ini terjadi.
Kehadiran alur dapat membuat cerita berkesinambungan. Oleh karena itu, alur
biasa disebut juga susunan cerita atau jalan cerita.
Ada dua cara yang
dapat digunakan dalam menyusun bagian-bagian cerita, yakni sebagai berikut.
Pengarang
menyusun peristiwa-peristiwa secara berurutan mulai dari perkenalan sampai
penyelesaian. Susunan yang demikian disebut alur maju. Urutan peristiwa
tersebut meliputi:
- mulai melukiskan keadaan (situation);
- peristiwa-peristiwa mulai bergerak (generating circumtanses);
- keadaan mulai memuncak (rising action);
- mencapai titik puncak (klimaks);
- pemecahan masalah/ penyelesaian (denouement).
Pengarang
menyusun peristiwa secara tidak berurutan. Pengarang dapat memulainya dari
peristiwa terakhir atau peristiwa yang ada di tengah, kemudian menengok kembali
pada peristiwaperistiwa yang mendahuluinya. Susunan yang demikian disebut alur sorot
balik (flashback).
Selain itu, ada
juga istilah alur erat dan alur longgar. Alur erat adalah jalinan peristiwa
yang sangat padu sehingga apabila salah satu peristiwa ditiadakan maka dapat
mengganggu keutuhan cerita. Adapun alur longgar adalah jalinan peristiwa yang
tidak begitu padu sehingga apabila salah satu peristiwa ditiadakan tidak akan mengganggu jalan
cerita.
4.
Sudut
Pandang (Point of View)
Sudut pandang
adalah visi pengarang dalam memandang suatu peristiwa dalam cerita. Untuk
mengetahui sudut pandang, kita dapat mengajukan pertanyaan siapakah yang
menceritakan kisah tersebut?
Ada beberapa
macam sudut pandang, di antaranya sudut pandang orang pertama (gaya bercerita
dengan sudut pandang "aku"), sudut pandang peninjau (orang ketiga),
dan sudut pandang campuran.
5.
Gaya
Bahasa
Gaya bahasa
adalah cara khas penyusunan dan penyampaian dalam bentuk tulisan dan lisan.
Ruang lingkup dalam tulisan meliputi penggunaan kalimat, pemilihan diksi,
penggunaan majas, dan penghematan kata. Jadi, gaya merupakan seni pengungkapan seorang
pengarang terhadap karyanya.
6.
Tema
Tema adalah
persoalan pokok sebuah cerita. Tema disebut juga ide cerita. Tema dapat
berwujud pengamatan pengarang terhadap berbagai peristiwa dalam kehidupan ini.
Kita dapat memahami tema sebuah cerita jika sudah membaca cerita tersebut
secara keseluruhan.
7.
Amanat
Melalui amanat,
pengarang dapat menyampaikan sesuatu, baik hal yang bersifat positif maupun
negatif. Dengan kata lain, amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang
berupa pemecahan atau jalan keluar terhadap persoalan yang ada dalam cerita.
Ekstrinsik dalam Cerpen
Adapun unsur
ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara
tidak langsung mempengaruhi bangun cerita sebuah karya. Yang termasuk unsur
ekstrinsik karya sastra antara lain sebagai berikut.
- Keadaan subjektivitas pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup.
- Psikologi pengarang (yang mencakup proses kreatifnya), psikologi pembaca, dan penerapan prinsip-prinsip psikologi dalam sastra.
- Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial.
- Pandangan hidup suatu bangsa dan berbagai karya seni yang lainnya.