Manusia selain memiliki akal pikiran sebagai alat berpikir, juga memiliki hati sebagai sarana untuk merasakan dan menilai. Dengan hatinya, manusia menyukai segala hal yang menyenangkan. Hal menyenangkan itu dapat berhubungan dengan segala yang indah, baik, atau yang berbau seni.

Dengan itu, manusia tidak selalu berpikir tentang benar atau salah, tetapi juga baik dan buruk, indah atau jelek. Kecendrungan pada sisi inilah yang kemudian melahirkan warna yang senantiasa mengiringi gerak kehidupan manusia. Dalam berbagai hal, baik yang berhubungan dengan bidang pekerjaan, ilmu, dan komunikasi melalui bahasa terdapat unsur seni. Proses hubungan sosial manusia secara eksplisit maupun implisit memasukkan unsur seni. Seni dapat berwujud sikap, pola, cara, atau gaya dalam melakukan sesuatu. Maka, tak heran jika dalam segala urusan yang berkaitan dengan kepentingan serta kebutuhan manusia, terdapat pola, gaya, dan cara yang berbeda-beda. Dari semua itu, muncullah berbagai tipe, corak, bentuk, maupun ragam yang membuat kehidupan manusia lebih variatif.

Bahasa sebagai alat komunikasi dan sarana mengungkapkan pikiran serta perasaan manusia juga tak lepas dari unsur seni. Seni bahasa meliputi seni menulis, berbicara, membaca, dan lain-lain. Dalam tata bahasa, terdapat ragam dan gaya bahasa. Pada tataran wacana atau bentuk tulisan, terbentuk kesusastraan atau susastra.

Dalam dunia sastra, gaya, corak, warna, dan ragam dalam pengungkapan bahasa secara tertulis maupun lisan sangat kental dan menonjol. Hal itu yang kemudian menjadi ciri khas dari masing-masing bentuk karya sastra seperti prosa, puisi, dan drama. Maka, untuk mengenal, mempelajari, dan memahami bentuk sastra, tidak dapat instan tapi melalui proses. Proses itu disebut dengan apresiasi. Apresiasi adalah usaha pengenalan suatu nilai (hati) terhadap nilai yang lebih tinggi (karya seni). Apresiasi dalam sastra adalah pengenalan dan pemahaman yang tepat terhadap nilai sastra yang menimbulkan kegairahan terhadap sastra itu serta kenikmatan sebagai akibatnya.